Senin, 25 Mei 2015

Semanis Gula, Seasin Garam, Sepedas Cabai

Setiap minum kopi aku kadang suka mikir, kamu itu seperti gula, yang bisa bikin aku tersenyum, dan melupakan pahitnya hidup bersama kamu, bawaanya pengen diliatin terus, dan dilindungin supaya "remehannya" gak tumpah ke tanah dan digerumutin "semut-semut" itu...

Tapi kadang kamu juga kayak garam, yang bisa bikin aku mengernyitkan dahi dan bikin geleng-geleng gak karuan. Yang kalau diliatin lama-lama bikin aku gatel mata, gatel kuping dan gatel lidah. Gatel mata ketika satu hari aja gak liat kamu, gatel kuping kalo lama-lama gak denger ketawa kamu, gatel lidah kalo udah lama gak berbicara dan tertawa sama kamu...

Kamu gak mungkin sama kayak cabe, ya. Yang kalo naik motor cuma bisa yang matic, digeber-geber sambil pake celana gemes, dan bulak-balik kompleks berkali-kali sampe orang hafal plat nomornya. Tapi omongan kamu kadang sepedes cabe, kalo aku buat salah sama kamu, aku cuma bisa diem tanpa berbuat apapun. Yang kadang kalo ngomongin orang suka lupa waktu, meskipun omongan kamu itu bener. Normalnya cabe pada umumnya, biasanya gak bisa ditahan rasa pedesnya, dan obatnya cuma satu: minum air hangat. Sama kayak kamu, luapan emosi kamu kadang gak bisa tertahan, dan alat penghentinya cuma satu: ucapan hangat "iya, aku yang salah. Aku minta maaf, ya."

Apapun "rasa" yang kamu punya, aku akan sebisa mungkin terima semua itu. Aku jadi seperti air putih yang rela diaduk jadi larutan dengan apapun, entah dengan gula, garam, bahkan perasan cabe sekalipun. Tapi ada satu harapan dari aku untuk kamu, jangan sampai kamu jadi MINYAK untuk aku.