SD tamat, SMP tamat. Waktu SMP gue yakin SMA itu masa yang paling keren, bisa ketemu jodoh, bisa ketemu orang-orang yang keren secara penampilan dan keterampilan. Dan sekarang gue kelas 3 SMA, mulai merasa apa yang gue pikirkan soal dunia SMA itu salah, SMA itu biasa aja. Ya beda-beda dikit lah sama SMP, tapi tetep aja gue anggap itu biasa. Di SMA materi yang dipelajari memang lebih berat, disitu bedanya. Persamaannya adalah, masih banyak di SMA yang suka ledek-ledekan nama orang tua :))
Di SMP banyak waktu luang setiap pulang sekolah, waktu itu sih gue sering banget main ke warnet sampe sore. Di SMA semua waktu luang itu sudah langka. Sekolah selesai sore, sampai rumah istirahat, untuk baca buku aja harus curi-curi waktu tidur. Gak ada waktu untuk ke warnet. Di SMP gue punya banyak temen, jadi kegiatan ngumpul di rumah salah satu dari mereka dan ngabisin kue kering dirumahnya udah jadi rutinitas yang wajib gue lakuin. Sekarang di SMA, temen bukannya nambah banyak, malah makin sedikit. Temen baru ada untuk menggantikan temen lama hilang bersama kesibukannya, jadi temennya nambah dikit doang.
SMP bener-bener belajar disekolah. Sedangkan di SMA udah mulai cari uang dari hobi karena udah bosen belajar dikelas. Gue kenal beberapa temen gue yang udah nyari uang dari hobi, ada yang ngajar piano anak SD karena hobi musik, ada juga yang punya Rumah Produksi Film karena hobinya bikin film, ada juga yang banyak dapet endorse-an karena hobi posting foto di Instagram. Gue sih hobi nulis, tapi belum berpenghasilan.
Hobi nulis ini sebenarnya cabang dari hobi gue yang lain, yaitu cerita. Melenceng jauh dari cita-cita gue dari kecil sampai SMP, yaitu arsitek. Dari kecil gue suka liat megahnya bangunan, betapa kerennya konstruksi bangunan, sampai suka liat miniatur atau maket perumahan/apartemen, itu latar belakang cita-cita gue saat itu. Tapi seiring gue makin dewasa, makin banyak pikiran, makin sibuk dan gak punya temen untuk cerita, gue jadi suka nulis. Hobi nulis ini datang dari keinginan gue untuk cerita tapi gak ada tempat. Untungnya, gue ketemu Blog, tempat gue bercerita. Gue bikin blog itu waktu SMP, awalnya cuma iseng nulis cerita lucu, tapi sekarang, blog udah gue jadiin tempat curhat, tempat cerita tentang keresahan yang gue alami.
Hobi menulis ini semakin kuat dikelas 3 SMA karena temen-temen gue jadi super super sibuk ngurusin pendaftaran kuliah, sehingga gue jadi gak bisa cerita ke siapa-siapa selain lewat blog atau nulis cerita-cerita pendek. Beberapa minggu yang lalu, ketika sedang mendekati hari Ujian Nasional, gue jadi semakin mudah untuk menulis. Gak tau kenapa saat itu, ketika gue liat rintikan hujan dari belakang jendela, mendengar suara cipratan air dijalan, gue langsung punya ide untuk menulis cerita-cerita pendek, sebenernya sekalian curhat. Ini yang gue tulis saat itu:
"Langit gelap, awan pun menangis. Kami berdua berdiri dibawah satu payung transparan, kedinginan. Satu persatu butiran air hujan menghantam payung kami, beberapa butir ada yang bertahan, beberapa turun secara perlahan. Ia bertanya sambil menunjuk butiran air hujan yang terlihat dibalik payung, "jika satu butiran air hujan mewakili satu kenangan yang kulewati dengan seseorang, apakah yang ini untuk kita?", "Kita lebih dari itu, butiran air hujan milik kita akan berubah menjadi pelangi yang indah." Jawabku tegas. Tak lama kemudian, pelangi menampakkan dirinya, mengantar kami berjalan menuju gerbang sekolah dengan kondisi sepatu dan celana yang basah."
Cerita itu berdasarkan kejadian saat gue kelas 3 SMP, waktu itu gue berjalan bersama satu cewek, hujan-hujanan dibawah satu payung yang sama. Hal ini yang membuat gue suka menulis, gue bisa menulis isi hati sepuasnya. Beberapa hari yang lalu, 2 Mei 2017, gue sudah dinyatakan lulus Sekolah Menengah Atas, jadi sekarang gue bisa menulis kapanpun dimanapun. Idola gue, Raditya Dika, selalu mengutip ucapan idolanya, Salman Aristo, yaitu "Jadi penulis itu jangan cengeng." Maksudnya kalau kita penulis, ya kita harus menulis apapun yang terjadi. Menulis harus mengulik, bukan menunggu momen yang pas atau istilah kerennya "nunggu mood nulis", karena nunggu mood itu pasti akan menghambat kita untuk menulis. Bang Radit pernah bilang kalau dia pernah menulis dalam perjalanan, dipesawat, bahkan didalam bioskop. Dan sekarang gue, udah lulus sekolah, gue mulai belajar untuk melakukan hal yang sama, gue pernah menangkap ide yang seketika muncul ketika gue didalam angkot, dan langsung gue tulis di aplikasi notes di handphone, meskipun itu masih berbentuk pointers, tapi gue yakin gue bisa mengembangkannya jadi sebuah karya. Jadi siswa memang sudah selesai, tetapi jadi penulis, ini baru permulaan.
(Mungkin nanti gue akan jadi arsitek juga).
(Mungkin nanti gue akan jadi arsitek juga).