Rabu, 14 September 2016

[Review] Warkop DKI Reborn: Pecah Boss!

Warkop DKI rame di tahun 1980an, gue lahir tahun 1999. Jelas gue gak tahu apa-apa soal Warkop DKI. "Kenal" sama Om Indro aja waktu ia jadi Juri Stand Up Comedy Indonesia, 2011 lah kira-kira. Tapi celetukan-celetukan mereka di film sering gue denger karena populer banget.

Meski film-film mereka yang kerap kali ditayangin ulang di televisi, gue gak pernah sempet nonton. Jadi gue gali informasi soal Warkop dan tiba-tiba denger kabar kalo Sutradara film Comic 8, Mas Anggy Umbara, mau bikin Warkop DKI Reborn. Cukup menantang, sih. Film terakhir Warkop DKI itu "Pencet Sana Pencet Sini" (sumber: Wikipedia) tahun 1994, Reborn-nya rilis tahun 2016. Kebayang gimana susahnya membangkitkan gaya-gaya komedi ala Warkop, yang seolah tenggelam sama gaya komedi dari luar yaitu Stand Up Comedy. Untungnya film Warkop lama suka ditayangin ulang di TV, ditambah mas Anggy dibantu komika-komika yang biasa nulis materi stand up untuk nulis film ini. Ada bang Awwe dan Bene Dion. Mereka tahu lah, gaya komedi yang lagi ramai berkembang seperti apa, dan di-mix dengan gaya komedi Warkop zaman dulu. Jadinya keren, kata mas Anggy: Komedi Warkop dengan set-up kekinian.

Begitu gue nonton, jujur di menit-menit awal komedinya belum bikin gue ketawa. Masalah referensi, sih. Mungkin karena gue belum pernah nonton satu dari 34 film Warkop zaman dulu, jadi gue masih menerka jalannya cerita. Begitu masuk pertengahan film, komedinya mulai bikin gue ketawa. Lot of surprises, transisi antar scene-nya menarik, banyak komika jadi pemain cameo yang muncul ditengah dialognya Dono Kasino Indro, yang jadi buah bibir di Twitter sih adegan bang Yudha Keling. Gue tahu lagu Nyanyian Kode dari film Warkop yang lama. Surprise lagi. Bener kata mas Anggy, Nyanyian Kode di Warkop DKI Reborn diganti set-up nya jadi lebih kekinian. Gak kepikiran kalo Kasino nyanyi Nyanyian Kode di bandara.

Hari pertama berhasil cetak angka 560.000 lebih penonton. Angka satu juta cuma butuh waktu tiga hari. Waktu gue nulis ini, film Warkop DKI Reborn berhasil duduk di nomor satu Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa dengan angka 4,68 juta, mengalahkan film Laskar Pelangi yang sebelumnya duduk di nomor satu dengan angka 4,63 juta selama 8 tahun sejak 2008. Bangga banget bisa jadi satu diantara sekian juta penonton (karena pasti jumlahnya terus bertambah) dan menyaksikan gimana Warkop DKI dilestarikan bukan digantikan. Karakter DKI di Reborn menarik penonton yang masa mudanya nonton film-film Warkop, untuk mencocokkan karakter DKI yang pernah mereka tonton di tahun '80an. Sedangkan gue sebagai anak muda yang gak tahu Warkop DKI, menonton Jangkrik Boss untuk "cari tahu" Warkop DKI itu apa. Dan sekarang gue tahu, Warkop DKI Reborn itu: Pecah Boss!

Minggu, 04 September 2016

Tahun ke-12

Sudah hampir dua belas tahun gue lewati disekolah untuk cari ilmu, itu artinya ada dua belas pasang sepatu hitam beserta dua belas kaus kaki putih yang pernah gue pakai. Ada kurang lebih 24 pak buku tulis yang bantuin gue merekam ilmu yang gue lihat, dengar, dan gue amati. Ada dua belas ruangan kelas yang bersedia menampung gue, menangkap semua ilmu yang berkeliaran. Jika satu kelas ada 30 siswa, maka gue sudah berteman dengan kurang lebih 300an orang.

Udah jelas, temen-temen segitu banyaknya memberi gue pengaruh yang besar untuk terus belajar hal baru dan belajar dari kesalahan dan pengalaman. Tugas TIK di kelas 3 SMP, bikin video liputan mengenai Cinta Alam dan Lingkungan, membuat gue kenal dengan kamera dan videografi, meskipun tugasnya gak rampung karena gak dibekali ilmu editing, yang penting gue udah kenal sama ilmunya, kapan-kapan bisa gue pelajari. Kenal sama temen yang bisa beatboxing, bikin gue (sampe sekarang masih) belajar untuk bisa beatboxing juga. Kenal sama temen penulis yang udah nerbitin satu novel di kelas satu SMP, menginspirasi gue untuk bisa nulis juga. Novel dia laku atau engga? Bukan itu intinya, intinya gue terinspirasi untuk nulis karenanya. "Ilmu itu tidak ada yang sia-sia", gue percaya suatu hari ilmu-ilmu itu pasti akan gue pakai.

Tahun-tahun terakhir gue mengikuti program wajib sekolah 12 tahun, gue berharap energi yang gue keluarkan untuk menulis di kurang lebih dua lusin pak buku itu gak sia-sia. Waktu yang gue buang untuk perhatiin sekian banyak guru dengan berbagai macam karakter dan metode pembelajarannya, semoga berkah dan bermanfaat. Kenal dengan segitu banyak teman dengan berbagai macam tingkah dan kelakuannya, semoga jadi pelajaran buat gue kedepannya.

Disini gue berjanji suatu saat kalau gue (atau 300an orang itu) sukses, gak ada yang merendahi atau direndahi, kita sama-sama pernah berada di titik yang sama, titik dimana kita duduk di kursi dan meja kayu dengan berbagai macam benda di kolongnya, menghadap ke papan tulis usang dan cukup berumur, dari kapur ke spidol, dari dilempar penghapus kayu sampai handphone disita, dari mencintai-dicintai sampai tikung-menikung, semua kita lewati bareng-bareng.